F: Sulit bagi saya memilih, karena selama berkarier di dunia bulutangkis, saya selalu tampil baik di Malaysia dan Indonesia. Saya cinta dua negara ini, mereka kerap mendukung saya dan Christinna. Maka dari itu kami selalu senang setiap kali datang ke Malaysia dan Indonesia. Orang-orangnya juga ramah. Jika suatu hari nanti dua tawaran tersebut datang di waktu yang sama, akan menjadi tantangan berat bagi saya untuk menentukan pilihan.
O: Seberapa jauh pencapaian Anda di Kejuaraan Dunia?
Saya hanya mampu meraih dua medali perunggu. Dan mungkin ini merupakan Kejuaraan Dunia terakhir, maka dari itu saya membutuhkan banyak dukungan. Sayang, saya harus menghadapi pasangan Indonesia. (Langkah Fischer/Christinna harus terhenti di babak perempatfinal setelah dikalahkan, Praveen Jordan/Debby Susanto lewat rubber set).
O: Saat Anda menghadapi pasangan Indonesia, pendukung di Istora Senayan akan meneriaki Anda sebagai lawan. Apakah itu mengganggu?
F: Tidak. Ini justru memotivasi kami untuk tampil sebaik mungkin. Bagi saya, bulutangkis adalah sebuah tantangan besar dan bermain di bawah dukungan luar biasa membuat saya tertantang. Saya tahu betapa luar biasanya dukungan fans untuk para pemain Indonesia. Saya menghormati itu.
O: Mengapa suasana stadion di Eropa begitu hening? Hal ini bertolak belakang dengan di Asia?
F: Saya juga tidak tahu pasti. Oleh karena itu kami menyukai bermain di Indonesia dan Malaysia, karena dua negara ini begitu mencintai bulutangkis. Dan ketika kami mengetahui Kejuaraan Dunia 2015 digelar di Indonesia, kami semua sangat senang. Itu juga menjadi pengalaman dan tantangan hebat, karena Istora adalah tempat yang gila dan tidak mudah bermain di stadion dengan dukungan fans yang spektakuler.
O: Terakhir, siapa inspirasi Anda baik di luar maupun dalam lapangan?
F: Tentu saja yang pertama adalah keluarga, terutama dari kedua anak saya. Saya selalu bepergian jauh, sehingga tidak bisa hanya meninggalkan anak saya di rumah tanpa meraih prestasi. Inilah motivasi terbesar saya dan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan pertandingan sebanyak yang saya bisa.
Selain itu, saya mengidolai sosok Poul Erik Hoyer Larsen. Dia mantan tunggal putra Denmark yang pernah menjuarai Olimpiade dan sekarang menjadi Presiden BWF. Dan saat saya beranjak dewasa, tentu saja Peter Gade yang kini menjadi teman.
(Fajar Anugrah Putra)