JAKARTA – Pembalap Tim Ducati Lenovo, Marc Marquez mengungkapkan lawan terberatnya untuk bisa meraih gelar juara dunia MotoGP 2025. Menurut Marquez, lawan tersulitnya itu adalah menghadapi diri sendiri.
Ya, Marc Marquez telah kembali. Lima tahun setelah cedera mengerikan di tahun 2020 dan menghadapi tahun-tahun penuh perjuangan dengan Honda, pembalap berusia 32 tahun ini sukses meraih gelar Juara Dunia MotoGP 2025 di seri Jepang. Kemenangan ini, yang merupakan gelar ketujuhnya di kelas utama, mengakhiri paceklik terpanjang dalam karier premiernya dan menjadi simbol ketahanan mental yang luar biasa.
Gelar ini direbut setelah keputusannya yang berani untuk meninggalkan Honda dan bergabung dengan Gresini Ducati pada tahun 2024. Namun, bagi Marquez, jalan menuju kejayaan tidaklah mudah, dan musuh terbesarnya bukanlah rival di lintasan, melainkan pergolakan dalam dirinya sendiri.
Pada Minggu malam di Motegi, Marquez secara terbuka mengungkapkan perjuangan yang ia hadapi sejak insiden cedera lengan serius pada 2020. Ia mengakui tantangan terberat selama lima tahun terakhir adalah pertempuran mental.
"Saya merasakan perasaan yang sangat aneh. Saya menikmatinya, tentu saja, tetapi di saat yang sama, saya tidak menikmatinya. Saya merasa damai dengan diri saya sendiri,” ujar Marquez, dikutip dari Crash, Rabu (1/10/2025).
Marquez menjelaskan bahwa perjuangan batinnya adalah Marc melawan Marc. Ada dua suara dalam dirinya, satu Marc yang menyuruh berhenti, Marc yang lain menyuruh melanjutkan karier.
Keputusan untuk terus maju adalah hasil dari mengikuti instingnya, memberikan 100% dari dirinya, dan tidak pernah menyerah. Kata kuncinya, menurutnya, adalah terus mencoba.
"Kami berhasil, tapi sekarang nikmati saja momennya. Saya tidak ingin mengingat apa yang telah saya lalui. Saya hanya ingin menikmati momen ini,” tambahnya.
Perayaan Marquez menampilkan pesan lebih dari sekadar angka, yang ia tegaskan sebagai lebih dari sekadar gelar. Kemenangan ini melampaui statistik dan rekor, mengingat perjalanan sulit yang harus ia lalui.
Marquez menggambarkan kejatuhannya dari puncak kejayaan layaknya sebuah palu godam.
"Ketika Anda berada di puncak gunung, meraih kejayaan dan memenangkan kejuaraan setiap akhir pekan, maka ketika Anda jatuh, dampaknya jauh lebih besar, dan Anda bahkan tidak terbaring di tanah—Anda masuk ke bawah tanah," sambung Marquez.
Menurut Marquez, keluar dari keterpurukan itu mustahil dilakukan sendirian. Kunci keberhasilannya adalah dukungan dari banyak orang di sekelilingnya yang membantunya bangkit. Bantuan tulus inilah yang menjadi dorongan terbesar bagi Marc Marquez untuk menyelesaikan tantangan terberat dalam hidupnya dan kembali menjadi yang terbaik di dunia.
(Rivan Nasri Rachman)