“Begitu mami sudah tidak ada, saat itu saya masih berusia muda yaitu 19 tahun, jadi harus punya sesuatu yang baru, lingkungan baru. Semuanya untuk bisa maju terus," tandas Mia.
Keputusan Mia memang disayangkan oleh pencinta bulu tangkis Tanah Air. Apalagi, ia sebelumnya berperan besar membawa Tim Bulu Tangkis Indonesia juara Piala Uber 1994 dan 1996.
Hebatnya, Mia tetap berprestasi usai jadi WN Belanda dengan merebut medali perak Olimpiade Athena 2004. Dua tahun kemudian perempuan kelahiran Jakarta itu memutuskan gantung raket.
Itulah kisah mengharukan Mia Audina, andalan tunggal putri Indonesia yang pindah negara usai kehilangan ibunda. Sosoknya terkadang masih dirindukan oleh pencinta bulu tangkis Tanah Air.
(Wikanto Arungbudoyo)