Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Cerita Perjalanan Karier Fajar Alfian, Ternyata Pernah Kecewa terhadap Bulu Tangkis

Bagas Abdiel , Jurnalis-Jum'at, 11 Agustus 2023 |18:21 WIB
Cerita Perjalanan Karier Fajar Alfian, Ternyata Pernah Kecewa terhadap Bulu Tangkis
Ganda Putra Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto (Foto: PBSI)
A
A
A

JAKARTA - Perjalanan Fajar Alfian menuju ganda putra nomor satu dunia tidaklah mudah. Setelah fokus dengan pendidikannya secara reguler sejak SD hingga SMA, Fajar mulai menggeluti dunia bulu tangkis dengan jalan naik turun.

Pada perjalanannya itu ada fase, di mana Fajar pernah menyimpan rasa kecewa terhadap bulu tangkis. Bahkan saking kecewanya, ia sempat tidak percaya dengan kehidupannya di bulu tangkis.

Awal karier Fajar bisa dikatakan dimulai setelah ia lulus SMA. Usai melepas masa-masa berseragam itu, pemain asal Majalaya, Bandung tersebut akhirnya mendapat izin dari orangtua untuk fokus ke bulu tangkis. Sebelumnya bulu tangkis hanya sekadar hobi, Fajar akhirnya masuk ke klub SGS PLN Bandung untuk menjajaki dunia profesional.

"Setelah lulus SMA saya masuk ke asrama di SGS. Karena udah lulus SMA kan, akhirnya dibolehin sama orangtua karena sekolah sudah selesai," ucap Fajar saat diwawancarai secara eksklusif oleh MNC Portal Indonesia di Pelatnas PBSI Cipayung.

"Jadi sewaktu SMA itu saya belum masuk klub SGS. Lulus SMA baru masuk SGS karena pelatih di kampung saya masuk klub SGS itu juga. Jadi bukan saya masuk sendiri atau ditawari masuk ke SGS, tapi karena dibawa sama pelatih saya," lanjutnya.

Pemain kelahiran 7 Maret 1995 itu menyadari bahwa usianya untuk masuk jalur profesional sebagai atlet saat itu sudah terlambat. Bahkan ketika mengikuti ajang Sirkuit Nasional (Sirnas), ia baru memulainya di usia 17 tahun.

"Saya pertama kali ikut Sirnas itu umur 17. Ya 16 akhir mau 17 tahun lah. Jadi kan orang lain ada yang masuk pelatnas itu dari umur 16-17. Kalau saya malah ikut nasional aja baru umur 16-17 itu," terang Fajar/

"Ya setahun masuk klub di SGS, prestasi juga enggak pernah yang namanya juara nasional. Di Sirnas itu enggak pernah yang namanya juara. Tapi cuma semifinal, final, delapan besar, ya gitu-gitu aja," jelasnya lagi.

Namun, dengan pencapaian tersebut, Fajar tidak menyangka dilirik oleh Pelatnas PBSI pada 2013. Di tahun tersebut, ia mendapat panggilan memperkuat tim Indonesia untuk tampil di ajang Asia Junior Championships (AJC). Ia bermain ganda putra dan dipasangkan dengan Rian Swastedian, namun gagal menunjukkan penampilan apik karena tersingkir di babak kedua.

Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto

"Waktu itu ada seleksi Asia Junior tahun 2013. Saya dipanggil sama Mas Bambang Supriyanto yang sekarang di Jaya Raya. Saya dipasangkan sama ada anak Jaya Raya, namanya Rian Swastedian," imbuh Fajar.

"Ya dari situ, saya pertama tahu pelatnas itu di sini dan benar-benar minder karena ya enggak tahu. Enggak tahu pelatnas itu seperti apa. Karena enggak ada plan gimana-gimana ke pelatnas dan enggak cari tahu juga di Google, pelatnas itu apa, enggak tahu," sambungnya.

Pada tahun yang sama, Fajar kembali dipanggil untuk memperkuat skuad Indonesia di ajang lebih tinggi lagi yakni World Junior Championships (WJC). Kembali bermain di ganda putra, kali ini ia dipasangkan dengan Yantoni Edy Saputra dan sukses menembus perempat final. Namun, usai WJC 2013, ia tidak bertahan lama di Pelatnas PBSI.

"Pada akhir 2013 itu kan saya udah main di AJC, WJC. Akhir tahun 2013 itu balik lagi ke klub, karena di Pelatnas sini kan cuma latihan doang. Balik lagi ke klub dan ikut ke Kejurnas PBSI di Bali pada Desember 2013. Saya ikut ganda campuran dan itu juara," ujar Fajar.

Dari sinilah kekecewaan Fajar dimulai. Pemain yang saat ini berusia 28 tahun itu sukses menjadi juara Kejurnas PBSI 2013 di kelas Ganda Campuran Taruna Divisi I bersama pasangannya saat itu yakni Inten Ratnasari.

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, siapa pun yang memenangkan Kejurnas PBSI maka secara otomatis akan masuk ke Pelatnas Cipayung. Akan tetapi, hal itu tidak dialami oleh Fajar. Pada awal 2014 itulah, ia merasa sangat kecewa dengan bulu tangkis. Sebab, ini bukan pertama kalinya.

"Nah tahun-tahun sebelumnya yang juara Kejurnas itu mutlak masuk Pelatnas kan. Saya tuh udah percaya diri masuk Pelatnas. Eh malah enggak dipanggil. Yang dipanggilnya waktu itu yang enggak juara Kejurnas," jelas Fajar.

"Waktu itu saya sudah agak kecewa gitu. Eh bukan agak kecewa lagi, kecewa banget malah. Pertama saya pernah kecewa pas SMA, sampai harus pindah ke Tangerang untuk bergabung ke klub, tapi enggak diperhatikan dan enggak ada prestasi. Saya sampai balik lagi ke Bandung untuk sekolah," tegasnya.

"Kedua ya ini setelah juara (Kejurnas), saya enggak dipanggil ke Pelatnas. Jadi kayak dua kali lah mengalami kecewa di bulu tangkis. Orangtua akhirnya ngomong dan meminta saya pulang. Ya setelah pulang orangtua tuh menyarankan kuliah saja, jadi daftar kuliah," sambungnya.

"Tapi pengurus SGS juga waktu itu ngobrol sama saya sampai tengah malam, kalau bisa coba dulu satu tahun di kelas dewasa. Saya tadinya enggak mau karena kan buang-buang waktu lah seperti itu. Karena udah kayak enggak percaya sama bulu tangkis," imbuhnya lagi.

Namun berkat bujukan pengurus SGS, Fajar akhirnya masih bertahan di bulu tangkis sambil mengurus kuliahnya. Bahkan tanpa disangka-sangka, pada pertengahan 2014, ia mendapat panggilan dari Pelatnas PBSI untuk magang hingga akhirnya mendapat Surat Keputusan (SK) menjadi penghuni tetap Cipayung pada 2015.

"Ya mungkin karena rezekinya di bulu tangkis, enggak sampai setahun bertahan di bulu tangkis, cuma tiga bulan akhirnya saya dipanggil ke Pelatnas buat magang. Jadi di pertengahan 2014 magang, lalu pada 2015 awal baru dapat SK," kata Fajar.

Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto

Di balik perjalanannya ini, tentu bukan perkara mudah bagi Fajar untuk mengejar ketertinggalannya dengan atlet-atlet lainnya. Jika dibayangkan, ia baru fokus ke bulu tangkis usai lulus SMA, lalu hanya dalam waktu kurang dua tahun, ia sudah bisa membela Tim Merah Putih di kancah internasional hingga masuk Pelatnas PBSI.

Akan tetapi, Fajar sendiri mengaku tidak pernah ngoyo untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Ia hanya mengikuti alur dan ternyata takdir membawanya ke bulu tangkis hingga saat ini duduk di peringkat satu dunia BWF ganda putra bersama Muhammad Rian Ardianto.

"Enggak, saya enggak terpikirkan buat ngejar. Apakah saya pengen ngejar yang lain? Itu enggak. Saya menjalani kayak air mengalir aja. Karena tujuannya emang enggak masuk pelatnas. Enggak tahu yang pelatnas itu seperti apa gitu," kenang Fajar.

"Makanya orang lain dari SMP aja udah fokus, udah jor joran, kalau saya enggak. Tapi ya mungkin memang jalannya ya. Cuma kalau ditanya mengejarnya seperti apa, saya juga enggak tahu. Tiba-tiba saja juara Kejurnas, terus tiba-tiba mungkin pelatih juga suka. Waktu itu koh Herry (IP) sama dulu Mas Chafidz (Yusuf) juga suka, akhirnya dipanggil buat magang dulu," pungkasnya.

(Djanti Virantika)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita Sport lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement