Dalam kesempatan ini, dia juga mengatakan prospek menjadi wasit cukup menjanjikan.
"Jadi sebenarnya wasit itu kalau dibilang untuk jadi ajang mencari penghasilan itu bukan di multievent. Tetapi di event-event Open Turnament," ujar Neta.

"Misalnya, saya terbang dengan tiket sendiri dengan biaya 300-400 dolar. Itu akan dapat sekitar 1.000 sampai 2.000 dolar per day pertandingan," kata Neta menambahkan.
Dengan begitu profesi sebagai wasit, kata Neta, bisa dijadikan pekerjaan utama, sampingan, atau job utama terus dijadikan hobi juga bisa.
"Biasanya seseorang takut menekuni profesi wasit karena bingung dengan dana. Sebenarnya bisa balik modal, ketika kita pintar menyiasati pertandingan mana yang akan diikuti. Itu berlaku di semua negara," kata Neta.
Bahkan untuk beberapa event semua akomodasi sudah ditanggung. Jadi seorang wasit tak harus merogok kocek lagi untuk penginapan dan lainnya.
"Bagi orang-orang yang hobinya traveling itu seperti hobi yang dibayar. Karena dia tak merasa bekerja karena oke fokus kerja karena suka dan sisanya itu bisa jalan tidak mengeluarkan apa-apa."
Peluang Indonesia untuk bisa memimpin wasit di gelaran internasional pun terbuka lebar.
"Wasit Indonesia itu lebih banyak dipilih dibanding negara lain, karena atlet-atlet kita yang bertanding masih jarang," kata Neta.
Untuk itu, dunia perwasitan Indonesia harus mengalami peningkatan. Mulai dari pengetahuan hingga pengalamannya. Kemudian juga jaga motivasi. Neta sendiri melakukan hal tersebut. Dia terus mencari pengalaman sehingga ketika ada ajang besar seperti Olimpiade dan Paralimpiade, Neta sudah siap.
"Karena namanya kesuksesan itu ada persiapan yang dipertemukan dengan kesempatan," ujar Neta yang juga berprofesi sebagai pelatih.
"Jika tidak ada kesempatan, saya juga tidak bisa mengikuti seleksi. Tetapi ketika saya tidak siap, contohnya saja di Olimpiade Tokyo, saya juga gagal. Jadi kalau saya tak siap walaupun ada kesempatan, ya gagal juga," katanya.
Dia juga mengajak semua perempuan Indonesia untuk terus berkarya. "Jangan berhenti karena sekeliling kita mengatakan tidak usah. Kita jangan pernah menyerah," Neta menuturkan.
Dari atlet jadi wasit
Perjalanan Neta menjadi seorang wasit berangkat dari latar belakangnya sebagai atlet. Dia pernah 10 tahun berada di pelatnas. Pada multievent, dia pernah meraih perunggu pada nomor 51kg putri SEA Games Manila 2005 dan peraih perak nomor 62kg putri pada SEA Games Laos 2009.
Selain itu deretan medali juga sukses dia peroleh di berbagai ajang lainnya. Neta menjelaskan kepada Antara, bahwa kecintaannya kepada Taekwondo berlanjut meski sudah tak lagi menjadi atlet.
"Jadi ketika pensiun menjadi atlet, sepertinya di kepelatihan sudah penuh. Jadi, ketika penuh saya mau berkarier di mana, sedangkan keahlian saya taekwondo," katanya.
"Jadi saya melihat kenapa tidak di perwasitan. Karena perwasitan ini harus berubah dari segi tingkat kejujurannya, manajemen pertandingannya dan harus lebih baik lagi," Neta menambahkan.
Dengan menjadi wasit, Neta juga punya harapan tinggi. Karena dengan pengalaman memimpin pertandingan internasional, dia juga meningkatkan kualitas pertandingan di Indonesia.
"Dengan kualitas wasit saat memimpin pertandingan, atlet-atlet kita yang go internasional juga makin banyak. Jadi memang wasit itu adalah inti dalam sebuah pertandingan. Tanpa wasit kita tidak tahu siapa yang akan menjadi juaranya."
Dia berharap ke depan akan lebih banyak lagi wasit-wasit Indonesia yang memimpin pertandingan di berbagai negara.