Akhirnya dalam waktu 1,5 tahun, Gregoria mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Ia mulai terbiasa dengan hidup mandiri karena terbantu kehadiran teman-teman sebaya yang ada di klub PB Mutiara.
Meski Gregoria dekat dengan orangtuanya, tetapi ada hal unik lagi yang dimiliki pemain kelahiran 11 Agustus 1999 itu. Ketika bertanding ia mengaku justru tidak mau disaksikan secara langsung oleh sang bapak dan ibu di lapangan.
"Aku tuh enggak bolehin bapak ibu nonton langsung kalau aku main. Tapi kalau nonton jangan sampai aku tahu. Enggak bisa, dari kecil aku enggak bisa ditonton bapak ibu secara langsung. Dulu rasanya takut aja, pas kecil sangat enggak bisa untuk ditonton orangtua. Jadi mau nonton atau enggak, terserah tapi kalau nonton jangan ngasih tahu," sambungnya.
Situasi ini pun terjadi di Kejuaraan Dunia Junior 2017 yang kala itu berlangsung di Yogyakarta, dekat dengan Wonogiri. Ia baru benar-benar menemui orangtuanya ketika sudah menyelesaikan tugasnya di ajang tersebut, yang kebetulan saat itu keluar sebagai juara.
Terlepas dari hal unik tersebut, juara pemain berusia 23 tahun itu tetap bangga dengan kedua orangtuanya. Sebab, ia selalu mendapat dukungan penuh dari bapak dan ibunya meski harus melalui banyak drama karena harus berpisah jarak dan waktu.
"Apa pun hasil saat ini, itu enggak lepas dari usaha bapak ibu. Rasanya dari kecil itu selalu didukung penuh, enggak pernah ngeraguin setiap pilihan yang sama-sama kita ambil. Itu kan risikonya tinggi ya, ngelepasin anak umur segitu (dari kelas 6 SD) untuk jauh dari orangtua, kayak enggak semua orang bisa, baik dari sisi orangtuanya dan anaknya," tutup Gregoria.
(Rivan Nasri Rachman)