Emas pertama datang dari nomor seni beregu putra: Andika Dhanireksa, Rano Slamet Nugraha, dan Asep Yuldan Sani, yang memukau juri dengan harmoni gerak bertenaga dan presisi skor 9,965. Emas kedua menyusul lewat Muhammad Zaki Zikrillah Prasong, yang menang walkover ketika lawan dari Thailand memilih mundur. Sementara emas ketiga datang dari Safira Dwi Meilani di kelas B putri. Puncaknya, Tito Hendra Cipta memastikan emas keempat lewat teknik
Di pinggir arena, Nunung tak tampak sebagai pejabat tinggi Polri. Ia berdiri seperti pelatih lama yang tahu betul kapan harus menekan, kapan memberi ruang. Sedangkan di Jakarta, laporan kemenangan satu per satu tiba di meja PB IPSI. Prabowo dan para pengurus harian menyambut tiap kabar tanpa gegap gempita, hanya dengan satu pesan, evaluasi berikutnya adalah Asian Games.
Pencapaian ini menegaskan struktur Kepemimpinan dari menara kebijakan PB IPSI hingga arena pertandingan bekerja. Pencak silat kembali membuktikan diri sebagai cabang unggulan Indonesia, sekaligus memperkuat posisi Merah Putih dalam klasemen keseluruhan SEA Games.
Namun bagi para pesilat, emas itu bukan sekadar prestise. Ia simbol bahwa fondasi yang dibangun puluhan tahun belum lapuk; ia masih kokoh. Dan kolaborasi Prabowo sebagai panglima kebijakan serta Irjen Nunung sebagai komandan lapangan melahirkan hasil konkret, empat emas yang membuat Bangkok kembali mendengar lantunan Indonesia Raya.
Silat datang ke Bangkok bukan hanya untuk bertanding. Ia datang membawa visi besar: mempertahankan supremasi Asia Tenggara dan mempersiapkan langkah ke panggung lebih besar. Dan SEA Games 2025 menjadi bukti nyata bahwa ketika pasukan dipimpin oleh taktik dan visi yang selaras, bukan hanya podium yang diraih, melainkan martabat bangsa yang ditegakkan.
(Ramdani Bur)