KISAH Taufik Hidayat, berawal dipaksa jadi pebulu tangkis sampai nangis kini jadi legenda Indonesia peraih emas Olimpiade menarik diulas. Pria yang mendapat julukan "Mr Backhand" itu dianggap sebagai tunggal putra terhebat dalam sejarah bulu tangkis Indonesia sebelum pensiun pada 16 Juni 2013.
Selama kariernya, Taufik Hidayat sukses menyabet sejumlah gelar bergengsi, termasuk yang paling membanggakan, yakni medali emas Olimpiade Athena 2004. Pria 42 tahun kelahiran Bandung itu juga pernah menjadi juara dunia 2005.
Selain itu, Taufik Hidayat berhasil menjuarai Asian Games 2002 dan 2006, hingga mengantongi titel juara Badminton Asia Championship sebanyak tiga kali, yakni pada 2004, 2004, dan 2007. Tak heran dia disebut sebagai salah satu legenda hidup bulu tangkis Indonesia.
Di balik kesuksesannya itu, Taufik ternyata awalnya tidak terlalu menggemari olahraga bulu tangkis dan justru lebih sering bermain sepakbola sejak kecil. Namun, ayah Taufik bernama Aries Haris tak suka anaknya bermain sepakbola karena selalu pulang dalam keadaan panas-panasan atau hujan-hujanan.
Sang ayah pun memaksa Taufik untuk bermain bulu tangkis saja dan meninggalkan sepakbola ketika berusia 7 tahun. Bahkan, atlet asal Bandung itu sampai dibuat menangis oleh ayahnya itu gara-gara mencuri waktu untuk bermain bola.
“Bokaplah siapa lagi (saat ditanya siapa yang membuatnya terjun ke bulu tangkis). Saat itu umur 7 atau 8 tahun. Dulu bokap lihat gua main bola panas-panasan, hujan-hujanan pas balik sekolah terus dia marah-marah,” kata Taufik Hidayat, dikutip dari kanal Youtube Vindes.
“Suatu saat nyolong-nyolong (waktu) buat main bola, diambil golok, terus depan pintu langsung (ditusuk). Gua langsung nangis. Bokap bilang mulai besok tidak ada main bola lagi. Diajak suruh main bulu tangkis, jadilah main bulu tangkis,” tambahnya.
Setelah dipaksa oleh ayahnya, Taufik pun menurutinya hingga jatuh cinta terhadap bulu tangkis. Dua tahun kemudian, Taufik Hidayat dimasukkan ke klub bulu tangkis di Bandung. Kendati demikian, Taufik tetap menjalani sekolah di SMP dan mendapat nilai merah di pelajaran olahraga.
“Sejak saat itu main sama teman-teman bokap di kampung, di Pengalengan. Terus gua mulai suka (bermain bulu tangkis) sampai pada akhirnya dua tahun kemudian dimasukin ke klub di Bandung,” jelas Taufik.
“Setiap hari latihan. Tapi waktu masih sekolah, pagi sekolah, malem baru latihan. Kalau di Bandung, dulu sekali sehari. Kalau di Pelatnas baru dua kali latihan,” jelas Taufik Hidayat.
“Gua dulu (pelajaran) olahraga di rapor merah. Waktu SMP rapor (pelajaran olahraga) merah. Jadi, di sekolah itu yang olahraga prioritasnya voli kan atau atletik. Kalau bulu tangkis itu bisa izin bertanding bisa seminggu, dua minggu, tapi olahraga gua kok merah. Waktu itu gua laporlah ke Kanwil,” imbuh Taufik.
Itulah kisah singkat Taufik Hidayat yang berawal dipaksa jadi pebulu tangkis sampai nangis kini jadi legenda Indonesia peraih emas Olimpiade.
(Reinaldy Darius)