Cerita Fajar Alfian Hadapi Dilema, Karier di Bulu Tangkis atau Pendidikan

Bagas Abdiel, Jurnalis
Jum'at 11 Agustus 2023 12:34 WIB
Fajar Alfian menyimpan cerita dilema antara karier bulu tangkis atau pendidikan (Foto: Instagram/@fajaralfian95)
Share :

JAKARTA - Fajar Alfian menyimpan kisah pergulatan batin antara melanjutkan karier sebagai pebulu tangkis atau pendidikan. Hal itu diungkapkan kepada MNC Portal Indonesia (MPI) saat ditemui belum lama ini di Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta Timur.

Sejak menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), Fajar selalu menjalani pendidikannya secara reguler. Bahkan pemain kelahiran 7 Maret 1995 itu hanya menjadikan olahraga bulu tangkis itu sebagai sebuah hobi.

"Saya orangnya tuh beda dengan atlet lain yang fokus di dunia bulu tangkis sejak kecil. Hampir semua meninggalkan sekolah demi bulu tangkis dan sekolah hanya sebatas formalitas. Tapi kalau saya enggak," kata Fajar saat diwawancarai eksklusif.

Ya, sejak SD hingga SMP, Fajar memang hanya fokus sekolah. Lalu ketika duduk di bangku di kelas 1 SMA, dia mencoba meniatkan diri untuk fokus ke bulu tangkis. Dengan seizin orangtua, Fajar memberanikan diri meninggalkan kampung halamannya di Majalaya dan hijrah ke Tangerang, untuk bergabung dengan salah satu klub.

"SMA kelas 1 saya dari kampung saya di Bandung akhirnya pindah ke Tangerang. Di situ akhirnya saya mau fokus ke bulu tangkis," terang Fajar.

"Tapi setelah waktu berjalan selama lima sampai enam bulan, ternyata enggak ada perkembangan dan enggak ada kemajuan dan di sana juga kurang diperhatikan. Akhirnya saya minta orang tua saya buat pulang ke Bandung untuk sekolah kembali," imbuhnya.

"Akhirnya saya dimasukkan ke sekolah biasa lagi, waktu itu kelas 1 SMA, dan orangtua berpesan, 'Ya sudah kalau mau sekolah ya fokus sekolah.' Jadi boleh bulu tangkis tapi hanya sebatas hobi," tukas Fajar.

Meski begitu, Fajar tidak menyerah. Kelas 3 SMA, dia akhirnya kembali fokus ke bulu tangkis dan menjalani latihan meski hanya seminggu 3-4 kali. Kali ini, Fajar mencoba menyeimbangkan antara bulu tangkis dengan pendidikan.

"Akhirnya waktu kelas 3 SMA itu saya latihan-latihan lagi. Sekolah juga fokus, tapi masih tetap latihan seminggu tiga kali, seminggu empat kali. Lalu kelas 3 SMA juga saya dapat tawaran dari Mutiara Bandung untuk bergabung," ujar Fajar.

Akan tetapi, tawaran dari Mutiara tersebut kali ini malah tidak mendapat restu dari orangtua Fajar. Pemain yang saat ini berusia 28 tahun itu tetap diminta fokus pada sekolahnya dan menyelesaikan pendidikannya di SMA.

"Saya bilang orangtua soal tawaran itu, tapi enggak diizinkan orangtua karena kalau di Mutiara berarti sekolahnya terbengkalai, berarti sekolahnya hanya formalitas dan dispensasi gitu. Akhirnya enggak diizinkan sama orangtua dan orangtua juga bilang kalau mau fokus buat bulu tangkis lagi setelah lulus sekolah nanti," kata Fajar.

"Jadi memang dari SMA itu, saya juga enggak terpikirkan mau masuk pelatnas atau enggak. Karena dulu orangtua itu mengizinkan untuk latihan bulu tangkis tujuannya sih cuma biar ada keahlian. Jadi orangtua tuh selalu menyarankan untuk kuliah, pendidikan, dan juga punya keahlian biar enggak susah cari kerjaan. Jadi sekolah tapi punya keahlian," tambahnya.

Setelah lulus SMA, Fajar akhirnya mendapat lampu hijau dari orangtuanya untuk mulai serius di dunia bulu tangkis. Singkat cerita, dia masuk klub SGS PLN dan mengejar ketertinggalan dengan atlet-atlet lain. Tanpa disangka, namanya masuk ke skuad Tim Indonesia untuk mengikuti ajang Asia Junior Championships hingga World Junior Championships pada 2013.

Sayangnya modal itu belum cukup. Pada awal 2014, Fajar justru tidak mendapat panggilan ke Pelatnas PBSI. Hal ini membuatnya berpikir untuk mengalihkan perhatian ke dunia pendidikan dan mendaftar kuliah. Pada tahun itu juga, dia resmi menjadi mahasiswa S1 di Universitas Bale Bandung jurusan Pendidikan Geografi pada 2014.

"Iya saya ambil S1 itu 2014, karena waktu itu enggak lolos ke pelatnas, jadi langsung ambil kuliah. Kenapa memilih pendidikan geografi? Karena waktu itu jurusan ini kuliahnya yang paling simpel. Dalam arti waktu itu ada kelas jauhnya. Waktu itu kan kuliahnya di Bandung. Tapi ada kelas jauhnya juga, jadi simpel gitu loh," terang Fajar.

Namun, rintangan muncul. Pada pertengahan 2014, tanpa diduga Fajar malah mendapatkan panggilan dari Pelatnas PBSI untuk menjalani magang. Padahal saat itu, dia hanya berniat fokus di bidang akademik.

Itu berarti, Fajar harus bisa menyeimbangkan pendidikan dengan bulu tangkis. Apalagi, bila sudah berada di Pelatnas PBSI, Fajar tidak bisa main-main. Pikiran untuk meninggalkan kuliah mulai muncul.

"Waktu itu kuliahnya banyak dispensasi. Jadi banyak keringanan yang diberikan dari universitas. Ya setelah masuk pelatnas sih sebenarnya kuliah itu pengen keluar gitu. Karena kuliahnya diharuskan untuk masuk gitu kan. Tapi karena sudah di sini berarti harus ada salah satu yang dikorbankan," kata Fajar.

"Saya tadinya mau korbankan pendidikan. Tapi pas ngobrol-ngobrol lagi dengan pihak kampus, akhirnya mereka memberikan kelonggaran. Memberikan kelonggaran maksudnya ya harus mengerjakan tugas gitu-gitu," imbuhnya.

Lalu, setelah dunia kuliah terus berlanjut, tantangan Fajar berikutnya adalah soal skripsi. Untuk mendapatkan gelar S.Pd, Fajar harus berpikir keras hingga meminta bantuan sang kakak, yang juga bekerja sebagai seorang dosen.

"Skripsi saya ambil tema tentang pengembangan di desa, pengembangan tentang limbah di desa saya di Majalaya. Tapi ya yang namanya kita sehari-harinya di sini (pelatnas) pasti kan skripsi bingung," terangnya.

"Jangan kan saya yang enggak kuliah setiap hari, yang kuliah setiap hari aja kan banyak yang enggak di-acc skripsinya. Tapi emang keluarga saya, kakak itu dosen jadi dibantu juga dalam pengerjaan skripsinya," kata Fajar.

Setelah empat tahun, tepatnya pada 2018, Fajar akhirnya resmi menyandang gelar Sarjana Pendidikan. Bertepatan juga dengan raihan medali perak di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.

Namun, pendidikannya tidak hanya sampai di situ. Saat ini, Fajar diam-diam masih mengejar dunia pendidikannya dengan menjadi mahasiswa Magister (S2) di ARS University jurusan Manajemen.

"Ya saya ambil S2. Karena saya dapat reward dari kampus saya yang sekarang, sama (Muhammad Shohibul) Fikri juga kan. Fikri juga di sana karena ada beasiswa S1 gitu. Sekarang saya jalan semester 2 ambil jurusan manajemen, karena enggak ada geografi," kata Fajar.

Keseriusannya dalam menjalani pendidikan memang patut diacungi jempol. Tak banyak atlet seperti Fajar yang bisa berprestasi di bidang olahraga, tetapi bisa mengimbanginya di bidang akademik. Dengan didikan orangtua yang harus bersekolah sejak kecil, kini Fajar akhirnya mengerti akan artinya pendidikan.

"Kalau menurut saya arti pendidikan itu sangat penting ya karena pendidikan itu enggak hanya belajar tapi bagaimana kita belajar dari kesopanan attitude. Jadi pendidikan itu sangat penting dalam arti kita harus juga berpendidikan karena yang namanya olahraga juga enggak seumur hidup," ucap Fajar.

"Pasti ada masanya paling sampai umur 35 tahun lah. Kurang lebih seperti itu, kalau bisa main lebih dari umur segitu ya mungkin bonus. Kalau kurang ya mungkin rezekinya seperti itu. Jadi harus memikirkan juga masa depan kita setelah menjadi atlet. Kalau menurut saya seperti itu," tutupnya.

(Wikanto Arungbudoyo)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Sports lainnya