Atlet yang lahir pada 12 Desember 1992 itu baru merasakan perbedaannya dengan anak-anak lain ketika menginjak bangku SD. Dia heran mengapa tidak bisa berlari seperti temannya yang lain.
Meski begitu, dukungan terus mengalir untuk Widi dari orangtuanya. Ayahnya pun berkata kepadanya bahwa dia akan mengerti soal keadaannya saat beranjak dewasa nanti.
Widi pun merasa bersyukur memiliki keluarga yang tidak malu dengan kekurangannya. Dia justru sangat merasakan dukungan dari keluarganya untuk terus tumbuh tanpa malu dan bersosialisasi dengan orang lain.
Perkenalannya dengan dunia angkat berat sendiri dimulai saat Widi sering mengikuti kakaknya yang seorang lifter, I Gede Suantaka. Dia diperbolehkan untuk ikut latihan angkat berat dan tak pernah sekalipun dilarang.
Setelah itu, Widi yang masih duduk di bangku SMP berhasil menjadi juara di Kejurnas Para-Angkat Berat. Padahal, saat itu dia baru menjalani latihan selama tiga bulan.
Performa apiknya tersebut, membuat Widi masuk ke pelatnas angkat berat di Solo. Meski harus meninggalkan rumahnya di Bali, Widi tidak merasa berat karena mendapat dukungan dari orangtuanya.
Sejak saat itu, dia konsisten untuk fokus membangun kariernya di Tim Nasional Angkat Berat Indonesia. Selain memenangkan perak pada Paralimpiade Tokyo 2020, Widi juga sudah mempersembahkan medali perak pada Asian Para Games 2014 di Incheon dan medali perunggu Paralimpiade Rio 2016.
Saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Para Games 2018, dia juga menyumbangkan satu medali. Dia menyabet medali perak di cabor para-angkat beban nomor 42 kg putri.
(Djanti Virantika)