JAKARTA – Maria Kristin Yulianti menjadi atlet terakhir yang menyumbang medali Olimpiade pada sektor tunggal putri Indonesia. Dia merebut medali perunggu di Olimpiade Beijing 2008.
Kisah Maria Kristin yang sukses merebut medali di Olimpiade Beijing 2008 itu terbilang mengejutkan. Sebab saat itu, dia bukanlah pemain yang diunggulkan.
Kesuksesan Maria Kristin makin menarik perhatian karena diketahui dia bisa mendulang medali perunggu usai mengalahkan wakil tuan rumah, China. Dia dihadapkan dengan Lu Lan.
Maria pun bercerita lebih lanjut soal perjuangannya merebut medali perunggu Olimpiade Beijing 2008 tersebut. Saat mengikuti Olimpiade Beijing 2008, Maria mengakui dirinya bukan pemain unggulan.
Dia juga tidak menargetkan untuk menyumbang medali bagi Indonesia. Namun, pemain kelahiran asal Tuban itu tidak disangka-sangka berhasil mencapai semifinal. Maria sukses mengalahkan para pemain yang lebih difavoritkan, seperti Saina Nehwal, Juliane Schenk, Tine Rasmussen, hingga Lu Lan.
BACA JUGA: Selain Medali Olimpiade, Ini Prestasi Maria Kristin yang Kini Berstatus Ibu Dua Anak
"Dari awal kan sebenarnya enggak ada target, 'Oh, aku harus dapat medali.’ Karena satu, ranking juga kalau di antara yang lain-lain kan juga di bawah,” ucap Maria Kristin, di Youtube PB Djarum, Selasa (10/8/2021).
“Kedua, bukan yang sering nongol di podium. Jadi, awalnya cuma mikir enggak sekadar berpartisipasi. Mikirnya cuma itu aja," lanjutnya.
BACA JUGA: Hebat! Ada 12 Pelatih Bulu Tangkis Indonesia Berkarier di Luar Negeri, Tersebar di 9 Negara
Pada perebutan medali perunggu, Maria Kristin menyadari akan sulit untuk melawan Lu Lan. Apalagi daari beberapa pertemuannya dengan Lu Lan, dia sama sekali belum pernah menorehkan kemenangan.
Tetapi, Maria meyakini tidak ada hal yang tidak mungkin terjadi, terlebih dalam usaha dan tekad untuk mendapatkan medali. Olimpiade sendiri menjadi turnamen yang selalu penuh misteri karena segalanya dapat terjadi.
Akhirnya, secara mengejutkan, Maria Kristin berhasil mengalahkan unggulan keempat asal China, Lu Lan, dalam perebutan medali perunggu. Dia merebut kemenangan usai bertarung rubber game.
Pada game pertama, Maria kalah dengan skor 15-21. Kemudian, dia membalasnya pada game kedua dengan skor 21-13. Akhirnya, Maria Kristin menutup game ketiga dengan kemenangan 21-15 dan membuat Lu Lan saat itu menangis terpukul dengan kekalahan tersebut.
Menurut Maria Kristin, kesuksesan itu tidak lepas dari sosok pelatih yang mendampinginya, yakni Hendrawan. Semangat yang terus diberikan sang pelatih telah memberi motivasi tambahan kepadanya.
"Nah, pas mau perebutan (perunggu) pas habis kalah dari Zhang Ning, Koh Wawan (Hendrawan) ngomong, 'Ini belum selesai masih ada satu langkah lagi, semuanya tergantung kamu mau jadi semifinalis Olimpiade atau perunggu Olimpiade.’ Jadi, itu doang yang saya tanamkan pas mau main di perebutan perunggu," imbuhnya.
Medali perunggu itu pun dia persembahkan untuk keluarganya. Dia juga mempersembahkannya kepada sang pelatih yang memberi motivasi sebelum pertandingan.
“Saya mempersembahkan medali perunggu itu untuk ayah, keluarga, dan tentu saja untuk pelatih (Hendrawan),” tambahnya.
Pencapaian Maria Kristin telah menambah manis kiprah tunggal putri Indonesia di Olimpiade. Sebelumnya, Susy Susanti berhasil merengkuh medali emas di Olimpiade Barcelona 1992.
Susy Susanti menjadi atlet pertama Indonesia yang meraih emas Olimpiade. Lalu, pada edisi Olimpiade Atalanta 1996, tunggal putri juga sukses mendapat medali perunggu lewat penampilan Susy Susanti lagi. Selain itu, ada medali perak yang diraih pemain muda saat itu, Mia Audina.
(Djanti Virantika)