“Semua bermula dari game pertama, sudah ketinggalan jauh 1-8, lalu bisa menyusul. Kalau ketinggalan terlalu jauh itu sebenarnya sudah berat, ditambah lagi sudah balik leading tapi enggak berhasil tambah poin lagi dan malah kalah. Dari posisi tertekan dan bisa nyusul, itu kan melelahkan, dan performanya jadi menurun. Game pertama kalah, dari segi mental sudah turun,” ujar Aryono, sebagaimana dikutip dari laman resmi PBSI, Senin (29/4/2019).
“Di game kedua, Marcus/Kevin sudah mau bangkit, tapi lawan sudah 'ditembak' juga enggak 'mati-mati', jadi Marcus/Kevin agak frustrasi. Di game pertama kalah, pada saat sudah balik memimpin dan menyerang tapi lawan enggak mati-mati, ya tenaganya pasti habis,” lanjutnya.
Marcus/Kevin sendiri tak tinggal diam melihat kondisi ini. Mereka telah berusaha mengubah permainan. Tetapi, Aryono mengatakan apiknya pemainan Endo/Watanabe membuat rencana yang sudah disusun tak bisa berjalan dengan baik. Karena itu, kekalahan pun tak terelakkan. Hasil ini pun menambah panjang puasa gelar juara Marcus/Kevin pada musim ini.
“Sudah (ada upaya mengubah permainan di game kedua) karena menyerang tidak tembus, coba main bertahan, tapi pertahanannya tidak kuat juga. Sudah coba ubah pola main dengan banyak mengarahkan bola ke area belakang lawan dan tidak main kencang-kencang saja, tapi tetap tidak bisa tembus. Pertahanan lawan memang rapat, tapi dari Kevin/Marcus juga tidak yakin, main defense mati, nyerang enggak tembus,” tukas Aryono.
(Ramdani Bur)