Partai final yang berlangsung di Istora Senayan, 16 Agustus 2015, tampaknya tak mengejutkan dan sepanas laga semifinal. Sebab di babak empat besar, tim Merah-Putih mengirim empat wakil, di antaranya: Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, Lindaweni Fanetri, Nitya Krishinda Maheswari/Greysia Polii, dan sang juara Hendra/Ahsan.
Sayang, tiga di antaranya berguguran dan hanya menyisakan Hendra/Ahsan. Pasangan Owi/Butet yang merupakan peraih medali emas di Kejuaraan Dunia Guangzhou China, memiliki peluang besar untuk melangkah ke partai pamungkas. Pada set kedua, Owi/Butet berhasil meraih match point, sayang kegigihan ganda campuran China, Zhang Nan/Zhao Yunlei membuat andalan Indonesia tersebut tunduk dengan skor 21-23.
Di set penentuan, penampilan Owi/Butet seperti tak memiliki arah. Butet tak memungkiri bahwa kekalahan di set kedua mengganggu pikirannya. “Set ketiga, kami terpengaruh dengan kekalahan di set kedua. Harusnya set kedua bisa menang, ini justru sebaliknya. Kekalahan ini yang membuat kami nge-blank,” kata Butet saat itu.
Sementara Lindaweni, Tunggal putri yang tampil mengejutkan dengan melangkah ke babak semifinal usai mengalahkan Ratchanok Intanon itu pada akhirnya harus terhenti. Linda takluk di tangan pebulutangkis India, Saina Nehwal lewat straight set 21-17 dan 21-17.
Terakhir pasangan Nitya/Greysia. Peraih medali emas di ajang Asian Games 2014 itu tak mampu berbuat banyak ketika berhadapan dengan unggulan lima asal Negeri Tirai Bambu, Tian Qing/Zhao Yunlei. Nitya/Greysia takluk lewat dua set langsung 21-8 dan 21-16.
Beruntung ada Hendra/Ahsan yang mampu menyelamatkan wajah Indonesia di partai terakhir dengan menumbalkan musuh bebuyutan, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong lewat dua set 21-17 dan 21-19.
Faktor Mental
Bila menyaksikan rentetan kekalahan yang diderita para pebulutangkis Indonesia, mental tampaknya menjadi faktor utama. Terlihat bagaimana Owi/Butet tak mampu bangkit ketika gagal mengklaim set kedua.
Saina Nehwal yang harus puas membawa pulang medali perak belum lama ini menuturkan bahwa yang dibutuhkan pemain di laga krusial bukan lagi kondisi fisik, melainkan yang terpenting adalah mental yang kuat.
Anda tentu masih ingat bagaimana Carolina Marin mengklaim medali emas pertamanya di Kejuaraan Dunia di Kopenhagen, Denmark. Lawan yang ia hadapi di partai final saat itu merupakan pebulutangkis terbaik, Li Xuerui.
Di atas kertas, Li Xuerui jelas lebih difavoritkan karena berstatus juara Olimpiade. Namun kenyataannya, dengan mental yang tangguh Marin mampu menumbangkan musuh bebuyutannya itu lewat 17-21, 21-17, 21-18. Mental pemain inilah yang harus dibenahi dan menjadi pekerjaan rumah PB PBSI selaku induk bulutangkis tertinggi Tanah Air.
Lawan yang harus diwaspadai
Menilik hasil Kejuaraan Dunia 2015, Indonesia masih harus mewaspadai kekuatan China yang mengklaim tiga medali emas lewat nomor tunggal putra (Chen Long), ganda putri (Tian Qing/Zhao Yunlei), dan ganda campuran (Zhang Nan/Zhao Yunlei). Namun untuk sektor tunggal putri, tampaknya kini tak lagi mendominasi bahkan bisa dibilang memprihatinkan setelah tak ada tunggal putri China di putaran empat besar.
Ancaman di sektor tunggal putri justru datang dari Benua Eropa. Lupakan sosok Carolina Marin, pebulutangkis kelahiran Huelva, Spanyol yang kerap tampil menawan dan tanpa ampun. Ada nama lain yang dalam dua tahun belakangan ini cukup menyita perhatian.
Line Kjaersfeldt, pebulutangkis asal Denmark yang menjadi perbincangan setelah membawa negaranya menjuarai Kejuaraan Beregu Eropa tahun ini. Ia juga tampil di ajang bergengsi Sudirman Cup 2015 dan bermain double di sektor ganda putri. Dan terakhir, ia pernah memaksa Li Xuerui melakoni deuce setelah menyamakan skor 20-20.
Selain itu adapula sosok Kirsty Gilmour. Meski skill dan daya juangnya masih kalah dengan para pemain Asia, pebulutangkis Skotlandia ini wajib diwaspadai karena pernah memaksa Li Xuerui bermain rubber di babak pertama Indonesia Open Super Series Premier tahun ini.
Indonesia masih memiliki asa dalam diri Lindaweni. Jika kondisinya selalu bugar, maka bukan tak mungkin peraih medali perunggu di Kejuaraan Dunia 2015 itu dapat memberi kejutan.
Sementara di sektor tunggal putra, Indonesia bisa bergantung dengan para pemain muda seperti Jonatan Christie, Ihsan Maulana, dan Anthony Ginting. Jangan lupakan juga sosok Tommy Sugiarto yang tampil mengejutkan dengan menumbangkan Lin Dan di Indonesia Open Super Series Premier dan menjuarai gelaran Rusia Open 2015.
Di sektor ganda campuran, muncul aktor baru Praveen Jordan/Debby Susanto yang mulai tampil gemilang. Dalam beberapa tahun ke depan, bukan tak mungkin Praveen/Debby akan menggantikan “status andalan” yang saat ini masih berada di pundak Owi/Butet. Selain itu masih ada nama lain, Riky Widianto/Richi Puspita Dili.
Terakhir di sektor tunggal putra. Indonesia jelas tak dapat selalu mengandalkan duet Hendra/Ahsan yang kini sudah tak lagi muda. Namun, ada Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi yang siap menggantikan posisi Juara Dunia 2013 itu.
(Rintani Mundari)