CERITA Setyaldi Putra Wibowo, pelatih asal Indonesia di balik keganasan Brian Yang kalahkan Anthony Sinisuka Ginting di semifinal Indonesia Masters 2024 menarik dikulik. Sebab, usai laga itu, sosok Setyaldi Putra Wibowo langsung ramai disorot.
Ya, tunggal putra Kanada, Brian Yang, mencuri perhatian publik setelah tampil sensasional di ajang Indonesia Masters 2024 pada pekan lalu. Dia berhasil mengalahkan bintang-bintang dunia hingga bisa mencapai partai puncak.
Pada babak 32 besar, pemain ranking 24 dunia tersebut membungkam Li Shi Feng, yang merupakan unggulan kedua. Dia mengalahkan lawannya yang berpaspor China itu dengan skor 21-18, 14-21 dan 23-21.
Kemudian, Brian Yang kembali membuat salah satu jagoan bulu tangkis dunia pulang kampung di babak perempatfinal. Dia mengalahkan bintang Malaysia, Lee Zii Jia, dengan kemenangan 21-14 di gim pertama, sebelum akhirnya sang lawan mundur di gim kedua akibat keracunan makanan.
Bahkan, Brian Yang sukses mempermalukan tunggal putra nomor satu Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, di semifinal. Lewat pertarungan ketat selama tiga gim, pebulu tangkis berusia 22 tahun itu menang dramatis atas pemain ranking empat dunia itu dengan skor 13-21, 21-17, dan 21-19.
Sayangnya, Brian Yang harus puas menjadi runner up di turnamen Super 500 itu. Pasalnya, dia tumbang di partai final saat berjumpa dengan wakil Denmark, Anders Antonsen, lewat laga yang tak kalah sengit yang berakhir dengan skor 21-18, 13-21 dan 18-21.
Namun siapa sangka, ternyata ada sosok pelatih asal Indonesia di balik penampilan cemerlang Brian di Istora Senayan, Jakarta. Dia adalah Setyaldi Putra Wibowo, yang merupakan mantan pemain Pelatnas PBSI yang seangkatan dengan Ginting.
Selepas mendampingi Brian Yang, Setyaldi menceritakan kisahnya kepada awak media. Dia mengungkapkan bahwa dirinya sudah melatih Brian selama setahun belakangan dan cukup senang dengan peningkatan yang dibuat oleh muridnya itu saat ini.
“Saya baru start melatih Brian ini kurang lebih satu tahunan. Jadi, di sini cukup senang melihat progress dia, cukup cepat karena dalam setahun ini saya latih dia, hasilnya ada progress lah. Ada kemajuan yang besar untuk dia. Harapannya dia bisa dapat kepercayaan diri dari turnamen ini untuk turnamen-turnamen selanjutnya,” kata Setyaldi.
Dalam kurun waktu setahun ini, Setyaldi fokus meningkatkan kekuatan fisik dan juga konsistensi permainan Brian di atas lapangan. Menurutnya, keuletan anak buahnya itu merupakan buah dari hasil latihannya tersebut.
“Ya, sekarang sudah mulai kelihatan dari fisiknya Brian sudah meningkat cukup banyak. Dari segi konsistensi pun cukup bagus, cuma mungkin memang serangannya harus lebih dilatih lagi,” jelas pelatih berusia 29 tahun tersebut.
Setyaldi sendiri baru pensiun sebagai pemain bulu tangkis sekira 2018. Dia terakhir kali bermain di Liga Badminton Prancis.
Alasan gantung raket karena persaingan tunggal putra yang sangat ketat di Indonesia. Ketika Setyaldi keluar dari Pelatnas PBSI, sponsornya hanya mampu mendukungnya untuk tampil di tiga atau empat turnamen saja dalam setahun.
Menurutnya, jumlah tersebut tak cukup untuk membawanya bisa bersaing di papan atas dunia. Alhasil, dia memutuskan untuk pensiun dan mulai mencari pengalaman melatih.
Kemudian, seorang rekannya yang juga merupakan atlet bulu tangkis Indonesia, yakni Mario Santoso, mengajaknya untuk memulai karier kepelatihannya di Kanada. Tak disangka, dia merasa betah di negara Amerika Utara itu sehingga terus melanjutkan kariernya di sana sampai akhirnya melatih Brian, yang mengontraknya hingga 2026.
Kendati kerasan di Kanada, Setyaldi ogah mengganti status kewarganegaraannya. Namun, saat ini dia dalam proses mendapat izin menetap secara permanen di sana.
“Saya enggak mau pindah kewarganegaraan, saya enggak mau. Cuma mungkin sekarang lagi tahap proses permanent residence tapi bukan warga negara,” ujar Setyaldi.
Lebih lanjut, Setyaldi menceritakan bahwa melatih di Kanada itu penuh dengan tantangan. Mulai dari cuaca yang tak mendukung latihan fisik secara maksimal sampai sulitnya mencari lawan sparing yang berkualitas untuk anak buahnya.
“Tantangannya banyak ya melatih di sana, pertama cuaca karena cuaca di sana kita jadi agak susah kalau latihan fisik di luar. Beda sama di Asia. Cuma kalau di dalam lapangan mungkin masih bisa latihan fisik,” jelasnya.
“Kedua, lawan sparing pun enggak sebanyak di kita. Kalau di Asia atau mungkin di Indonesia kan banyak yang bagus-bagus jadi kita bisa ajak untuk jadikan sparing. Di sana itu kita mau cari sparing saja agak susah, harus nunggu visa dulu diterima atau engga, dll, jadi susah cari sparing,” imbuhnya.
Meski sudah betah di negeri orang dan terbukti bisa memoles pemain Kanada menjadi pemain berkualitas, Setyaldi punya mimpi untuk melatih di Indonesia. Terlebih, jika tawaran itu datang dari Pelatnas PBSI.
“Ada pasti ada kalau harapan itu pasti ada. Pasti kepengen lah, di mana-mana kalau ada tawaran d i Indonesia di pelatnas pasti mau,” pungkasnya.
(Djanti Virantika)