"Ke lapangan tidak akan melakukan tindakan kekerasan, tapi hanya ingin memberikan support karena kalah. Tapi pengen selfie, foto, tapi direspon oleh aparat keamanan yang berlebihan, yang memicu penonton lain turun ke lapangan. Aparat keamanan berjaga di sana harusnya mampu mencegah kerumunan," ungkapnya.

Tapi yang terjadi justru sebaliknya aparat kemanan 'kompak' untuk menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Padahal di tribun itu ada banyak orang anak-anak, ibu-ibu, dan perempuan yang tidak turun ke lapangan.
"Kita punya polisi yang dilatih bukan membunuh, terlatih dan dilatih untuk mencegah adanya korban bukan untuk menimbulkan korban. Di 1 Oktober terlatih menimbulkan korban, ketika kerumunan massa menembakkan gas air mata ke arah tribun ada anak anak, ibu-ibu dan orang yang rentan. Ada rekaman video sorak-sorai semangat menembakkan gas air mata," paparnya.
(Hakiki Tertiari )