Kemudian, Adilson telah berhasil diamankan oleh seorang polisi dan mengamankan dirinya ke ruang ganti. Akan tetapi, saat dia berusaha masuk ke ruang ganti, ada oknum suporter yang menyerang dua orang pihak keamanan atau polisi.

Namun, kedua orang pihak keamanan itu tak mampu menghadapi jumlah Oknum suporter itu yang lebih banyak darinya. Sehingga, Adilson menyebut mereka pun membunuh dua orang pihak keamanan itu. Dari sinilah, polisi mulai geram dan menembakkan sejumlah gas air mata baik di lapangan maupun ke arah tribun.
“Seorang polisi datang dan membantu saya, saya berhasil melarikan diri dan berlari ke ruang ganti. Setelah kami masuk, kebiadaban terjadi. Mereka menyerbu, polisi mencoba menahan mereka, tetapi mereka tidak bisa, hanya ada sedikit agen (pihak keamanan) untuk (menahan) begitu banyak orang. Kemudian mereka membunuh atau menginjak-injak dua agen (pihak keamanan) yang meninggal. Setelah itu, pemberontakan polisi hebat dan mereka mulai menjatuhkan bom. Dan kemudian kebiadaban dimulai," tutupnya.
Adilson berlindung di ruang ganti bersama rekan-rekannya selama beberapa jam, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Adapun, gas air mata itu juga diarahkan ke tribun penonton. Akibatnya, pendukung yang berada di tribun berdesakkan untuk menyelamatkan diri dari pedihnya asap gas air mata. Selain itu, juga ada yang terinjak-injak, serta sesak napas. Secara keseluruhan, tragedi ini menyebabkan 125 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka.
(Hakiki Tertiari )