Setelah bertarung melawan petinju asal Jepang tersebut, barulah Ellyas Pikal menghadapi Chun Ju-do dan meraih gelar juara dunia pertama untuk Indonesia. Ia menang dengan pukulan hook dan uppercut dari tangan kirinya yang sangat kuat.
Saking kuatnya, pukulan tinju kiri Ellyas Pikal, ia pun dijuluki sebagai The Exocet. Nama itu merupakan nama rudal milik Prancis yang dipakai Argentina dalam Perang Malvinas yang pecah pada saat era Pical berjaya.
Pada tahun yang sama, tepatnya pada 25 Agustus 1985, Ellyas Pikal ditantang petinju asal Australia untuk merebut gelar juara dunia IBF kelas super terbang miliknya. Hebatnya Ellyas Pikal berhasil menang dan mempertahankan sabuknya tersebut.

Sayangnya, setahun berselang sabuk juara dunia IBF kelas super terbang milik Ellyas Pikal pindah ke tangan petinju asal Dominika, yakni Cesar Polanco di pertarungan yang berakhir 15 ronde tersebut. Tak senang kalah dari Polanco, Ellyas Pikal menantang kembali empat bulan setelahnya.
Pada 5 Juli 1985 , Ellyas Pikal sanggup membalaskan dendamnya kepada Polanco dan merebut kembali gelar IBF kelas super miliknya. Ia bahkan sanggup mempertahankan gelar tersebut saat menghadapi Dong Chun Lee (Korea Selatan) pada Desember 1986.
Kehebatan Ellyas Pikal sempat dihentikan petinju asal Thailand, Khaosai Galaxy pada 28 Februari 1987. Kekalahan itu membuat Ellyas Pikal sempat depresi. Butuh beberapa bulan bagi Ellyas Pikal untuk menenangkan diri hingga akhirnya merebut kembali gelar juara dunia IBF kelas super terbang pada Oktober 1987.
Pada saat itu, Ellyas Pikal sanggup merebut sabuk IBF kelas super terbang itu dari petinju Korea Selatan, Chang Tae-il. Selama dua tahun sabuk itu berhasil dipertahankan Ellyas Pikal setelah mencoba mempertahankannya sebanyak tiga kali.