Saat itu, kondisi perguruan dalam keadaan memprihatinkan. Ketua Dewan Guru dan para pengurus yang ada melakukan berbagai langkah penyelamatan dan pembenahan organisasi. Salah satu hasil dari proses itu adalah perubahan nama Institut Pordibya menjadi Institut Karate-Jutsu Indonesia Pordibya, disingkat Inkatsu Pordibya.
Satu tahun kemudian, pada 1987, Inkatsu Pordibya mengadakan Pelatihan Terpusat di Rawasari bagi pemegang Sabuk Hitam dan Coklat. Selain bertujuan membina persahabatan, rasa persatuan dan kesatuan, juga melakukan penyeragaman dan peningkatan kemampuan teknik, serta menanamkan kembali nilai-nilai idealisme perguruan.
Selanjutnya, Inkatsu Pordibya mengambil beberapa agenda strategis, yakni meneliti dan mulai menyusun kerangka Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang baru, serta melaksanakan konsolidasi organisasi, serta menyusun kepengurusan yang baru. Di sisi lain pada saat itu perguruan juga mulai menjalin komunikasi dengan PB FORKI dan Ketua Dewan Guru dari Perguruan lain.
Pada 1988, Tim Perumus/Penyusun Anggaran Dasar menyelesaikan tugas. Inkatsu Pordibya pun kembali menggeliat, kepengurusan di berbagai daerah aktif lagi dan berbagai kegiatan pun dilaksanakan.
Demikian juga partisipasi atlet karate dari Inkatsu Pordibya di berbagai event, salah satunya menyelenggarakan Kejurda Pordibya DKI Jaya, mengikuti Kejurda FORKI DKI Jakarta, lalu Kejurnas FORKI di Jakarta dan puncaknya lolos dalam seleksi FORKI untuk mengikuti kejuaraan WUKO di Mesir.
Pada kurun waktu hampir 10 tahun berikutnya sejak 1989, perjalanan penuh dinamika dialami Inkatsu Pordibya. Selain jumlah kepengurusan daerah terus bertambah, juga pelaksanaan kejuaraan maupun keikutsertaan di berbgai event kejuaraan di tanah air.
Pada 7 November 1996, Inkatsu Pordibya melaksanakan Sarasehan Nasional, yang juga disebut sebagai Munas Inkatsu Pordibya bertempat di Gedung DPP AMPI di Jakarta. Kegiatan itu dihadiri beberapa Pengurus Daerah, yakni Pengurus Daerah DKI Jaya, Pengurus Daerah Jawa Barat, Pengurus Daerah Irian Jaya, Pengurus Daerah Sumatera Utara dan Pengurus Daerah Sumatera Selatan.
Sarasehan Nasional menetapkan beberapa program kerja, yakni memenuhi jumlah Kepengurusan Daerah, aktif di berbagai kegiatan FORKI, membentuk Pengurus Pusat Inkatsu Pordibya, penyempurnaan AD/ART dan pengiriman Pelatih dari Pengurus Pusat ke Daerah Sesuai dengan hasil dari sarasehan itu, pada tahun 1997 terbentuk kepengurusan daerah di DKI Jakarta, Jawa Barat, Irian Jaya, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat.
Perjalanan Inkatsu Pordibya kembali mengalami cobaan, pada 8 Juni 2004 Pendiri Perguruan Karate Inkatsu Pordibya sekaligus Guru Besar Drs. Soetjipto Pramono meninggal dunia dan dimakamkan di Kota Surakarta (Solo).
Untuk meneruskan kepemimpinan di Inkatsu Pordibya, pada November 2004 di Mega Mendung Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dilaksanakan pengukuhan putra keempat dari Guru Besar Drs. Soetjipto Pramono, sekaligus ahli waris, yaitu Drs. Rahsa Barunasto sebagai Ketua Dewan Guru Inkatsu Pordibya. Acara Pengukuhan dihadiri oleh Majelis Sabuk Hitam (MSH) se-Jabodetabek.
Di bawah kepemimpinan Drs. Rahsa Barunasto. Inkatsu Pordibya terus berkembang. Tahun 2005 sampai 2010 kepengurusan daerah Inkatsu Pordibya menjadi 8 daerah. Dan pada tahun 2012 - 2013 menjadi 13 daerah, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Papua Barat, Sumatera Utara, Papua, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Jambi, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Kalimantan Barat.