KISAH Susy Susanti, atlet peraih medali emas pertama bagi Indoneisa di ajang Olimpiade akan menjadi pembahasan artikel kali ini. Pebulutangkis andalan Indonesia itu menjadi yang terbaik di sektor tunggal putri pada Olimpiade 1992 lalu di Barcelona.
Tepatnya pada 4 Agutus 1992, Susy Susanti meraih medali emas pertama untuk Indonesia. Pada edisi tersebut, bulutangkis untuk pertama kalinya dipertandingkan sebagai cabang olahraga (cabor) resmi.
Sebelumnya, bulutangkis hanya menggelar pertandingan eksebisi. Olahraga tepok bulu hanya menjadi bagian pertunjukan di ajang Olimpiade sebelum akhirnya masuk dalam cabor resmi pada tahun tersebut.
BACA JUGA:
Hebatnya, Indonesia langsung berhasil meraih medali emas di ajang Olimpiade lewat cabor bulutangkis. Susy Susanti mencetak sejarah dengan mengalahkan wakil Korea Selatan, Bang So-hyun di final.
Perjalanan atlet bernama lengkap Lucia Francisca Susy Susanti Haditono dalam merebut medali emas pertama untuk Indonesia jelas tidak mudah. Susi Susanti menghadapi sejumlah pemain top lain untuk menjadi yang terbaik.
Mulai dari Harumi Kohara (Jepang), Wong Chun Fan (Hong Kong) hingga tunggal putri terbaik dunia saat itu, Huang Hua (China). Meski demikian, kegigihan ditunjukkan Susi Susanti sepanjang turnamen tersebut.
Dia berhasil mengatasi lawan-lawannya untuk memastikan diri ke partai final. Susy Susanti bahkan sukses mengatasi perlawanan Huang Hua saat bertemu di babak semifinal.
Kontingen Indonesia total meraih dua medali emas, dua perak dan satu perunggu. Satu medali emas lain didapat Alan Budikusuma juga dari cabor bulutangkis di nomor tunggal putra. Alan sendiri saat ini merupakan suami dari Susi Susanti.
BACA JUGA:
Perjalanan Susi Susanti menjadi salah satu tunggal putri terbaik Indonesia jelas tidak mudah. Semuanya berawal dari keputusannya pindah ke Jakarta pada 1985 saat dirinya masih berusia 14 tahun.
Susi susanti menerima pinangan dari Jaya Raya setelah bakatnya terpantau dalam kejuaraan-kejuaraan bulu tangkis di sejumlah daerah. Susi mengatakan dirinya juga mendapat tawaran dari klub lain yakni PB Djarum.
Setelah berunding dengan kedua orang tuanya, Susy Susanti akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran dari PB Jaya Raya Jakarta. Dia pun kemudian berangkat ke Jakarta untuk bergabung ke asrama atlet di sana.
"Saya mengidolakan Rudy Hartono yang menjadi pelatih di sana (Jaya Raya," ujar Susi Susanti kepada media saat berbicara mengenai kisah perjuangannya meraih medali emas di Olimpiade.
"Lalu alasan kedua juga karena saudara-saudara banyak di Jakarta dibanding di Kudus. Nah, itu yang menjadi pilihan orangtua saya. Akhirnya di usia 14 tahun saya pindah ke Jakarta, masuk ke asrama, dan di situlah saya memutuskan bahwa ini adalah mungkin karier saya, impian saya dan bulu tangkis tidak hanya sebagai hobi buat saya, tapi sudah menjadi profesi saya," lanjut Susi.
Berpisah dengan orang tua adalah salah satu momen terberat untuk Susi Susanti. Meski demikian, tekad kuat untuk menjadi pebulutangkis terbaik membuatnya mulai terbiasa untuk menjadi mandiri.
BACA JUGA:
"Pada saat dalam proses menuju impian saya, bagaimana saya harus berpisah dari orang tua, saya harus mandiri," ujar Susi lagi.
"Saya masuk asrama otomatis semua sendiri. Kalau dulu waktu di Tasik apa-apa ada Mama-Papa, lalu juga ada Mbak, semuanya terasa mudah. Tapi di saat saya masuk ke asrama tentunya sangat berbeda jauh. Saya harus mandiri," tegasnya.
Susi Susanti masih menjadi role model sekaligus panutan banyak atlet muda Tanah Air. Perjuangannya mengharumkan nama Indonesia di sektor tunggal putri terus menginspirasi banyak pebulutangkis muda Indonesia.
(Admiraldy Eka Saputra)