Setelah berunding dengan kedua orang tuanya, Susy Susanti akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran dari PB Jaya Raya Jakarta. Dia pun kemudian berangkat ke Jakarta untuk bergabung ke asrama atlet di sana.
"Saya mengidolakan Rudy Hartono yang menjadi pelatih di sana (Jaya Raya," ujar Susi Susanti kepada media saat berbicara mengenai kisah perjuangannya meraih medali emas di Olimpiade.
"Lalu alasan kedua juga karena saudara-saudara banyak di Jakarta dibanding di Kudus. Nah, itu yang menjadi pilihan orangtua saya. Akhirnya di usia 14 tahun saya pindah ke Jakarta, masuk ke asrama, dan di situlah saya memutuskan bahwa ini adalah mungkin karier saya, impian saya dan bulu tangkis tidak hanya sebagai hobi buat saya, tapi sudah menjadi profesi saya," lanjut Susi.
Berpisah dengan orang tua adalah salah satu momen terberat untuk Susi Susanti. Meski demikian, tekad kuat untuk menjadi pebulutangkis terbaik membuatnya mulai terbiasa untuk menjadi mandiri.
BACA JUGA:
"Pada saat dalam proses menuju impian saya, bagaimana saya harus berpisah dari orang tua, saya harus mandiri," ujar Susi lagi.
"Saya masuk asrama otomatis semua sendiri. Kalau dulu waktu di Tasik apa-apa ada Mama-Papa, lalu juga ada Mbak, semuanya terasa mudah. Tapi di saat saya masuk ke asrama tentunya sangat berbeda jauh. Saya harus mandiri," tegasnya.
Susi Susanti masih menjadi role model sekaligus panutan banyak atlet muda Tanah Air. Perjuangannya mengharumkan nama Indonesia di sektor tunggal putri terus menginspirasi banyak pebulutangkis muda Indonesia.
(Admiraldy Eka Saputra)