Eko Yuli Irawan Ungkap Kiat Sukses Jadi Atlet Indonesia dengan Medali Olimpiade Terbanyak

ATLET angkat besi Indonesia, Eko Yuli Irawan, ungkap kiat sukses jadi atlet Indonesia dengan medali Olimpiade terbanyak. Menurut atlet kelahiran Lampung itu, di antaranya harus kerja keras, pengorbanan yang besar, hingga didukung oleh orang-orang hebat di sekitarnya dalam berlatih.

Sekadar diketahui, Eko Yuli Irawan merupakan atlet angkat besi veteran Indonesia yang bergelimang prestasi. Dia berkompetisi di kategori 62 kg hingga 2018 dan 61 kg mulai 2018 setelah Federasi Angkat Besi Internasional menata ulang kategori tersebut.

Dalam sejarahnya, Eko Yuli Irawan pernah merebut sejumlah gelar juara di antaranya emas SEA Games berturut-turut (2019, 2021, dan 2023) hingga emas Asian Games 2018. Selain itu, atlet yang kini berusia 34 tahun tersebut beberapa kali menyumbang medali Olimpiade untuk Indonesia.

Bahkan, Eko Yuli Irawan merupakan atlet tersering dalam mempersembahkan medali untuk Indonesia di Olimpiade. Total, dia telah mempersembahkan empat medali Olimpiade untuk Indonesia yakni dua perak dan dua perunggu dari cabang angkat besi.

Yang terbaru, Eko Yuli Irawan berhasil merebut medali perak di Olimpiade Tokyo 2020. Belakangan ini, atlet kelahiran Lampung tersebut blak-blakan mengungkapkan kiat sukses menjadi atlet Indonesia dengan medali Olimpiade terbanyak.

Eko Yuli Irawan mengatakan bahwa untuk menjadi atlet Indonesia dengan medali Olimpiade terbanyak tidak ada rahasia secara khusus. Namun, ia menegaskan bahwa yang paling utama adalah bekerja keras dalam berlatih.

Kedua, didukung oleh orang-orang hebat dan tepat saat berlatih. Selain itu, Eko Yuli Irawan menambahkan untuk mewujudkan hal tersebut tentu perlu ada komitmen dan pengorbanan yang besar.

"Kalau rahasia mungkin engga ada rahasia ya, semuanya sama kerja keras di latihan, saya juga sebelumnya ketemu orang-orang baik yang benar-benar punya misi sama, dan sampai bisa membawa saya ke tingkat olimpiade," kata Eko Yuli Irawan dalam program Special Dialogue Okezone.

"Jadi dari pelatih, pengurus, selama perjalanan banyak sekali yang andil bantu saya. Pengurus yang bener membina saya, pelatih yang bagus, itu ya anugerah lah. Di sisi lain, kerja keras tersendiri harus ada, komitmen, dan pengorbanan lebih besar," tambahnya.

"Setelah menang di juara kejuaraan nasional (2001), 2002 saya harus merantau ke Bogor. Bukan saya sendiri, tapi satu tim dari Lampung itu dipindahkan semua. Jadi kita harus jauh dari ortu, pulang hanya lebaran aja, setelah itu ada waktu 3/10 hari terus balik lagi, lanjut Eko Yuli Irawan.

"Konsisten lagi, latihan lagi. Jadi pengorbanan besar juga. Target kita kalo pulang jangan sampai gak bawa apa-apa, harus ada hasil. Itu pun butuh waktu sampe empat tahun untuk mempersiapkan ke tingkat internasional," imbuh atlet asal Lampung itu.

Lebih lanjut, Eko Yuli Irawan tak menampik bahwa untuk menjadi sosok atlet angkat besi yang sukses sepertinya, memang tidak mudah. Selain sejumlah faktor di atas, juga harus memiliki program yang tepat saat berlatih, memiliki target, asupan nutrisinya bagus, hingga memiliki keinginan kuat untuk mewujudkan mimpinya.

"Jadi, engga gampang. Semua kerja keras bareng, tinggal kerja konsisten pengurus, pembina, sama pelatih seperti apa. Karena, program bagus kalo nutrisinya gak bagus jadi gak akan jadi juga. Support nya bagus, tapi programnya gak sesuai sama atletnya gak masuk juga. Jadi harus saling mengikat, karena atlet juga punya motivasi yang tinggi," jelas Eko Yuli Irawan.

"Untuk atletnya sendiri, yang pasti harus punya keinginan untuk target tertingginya apa. Kalau ingin Olimpiade, yaudah ayo tunjukkin target ke Olimpiade. Seperti apa perjuangannya ya tunjukkan bukan hanya mimpi aja, kita harus kejar. Harus lebih kerja keras lagi, persiapannya lebih bagus lagi," imbuhnya.

"Itu juga gak bisa dari Kita sendiri, harus didukung juga dari pengurus, pelatih, asupan nutrisinya, recoverynya. Jadi yang bener target medali itu seperti orang gila, yang benar-benar berusaha keras," pungkas peraih medali Olimpiade terbanyak untuk Indonesia itu.

(Rivan Nasri Rachman)