KISAH pebulu tangkis legendaris Indonesia, Susy Susanti dan Mia Audina yang meruntuhkan hegemoni China di final Piala Uber 1994 menarik untuk dibahas. Apalagi momen tersebut menjadi sejarah yang luar biasa untuk bulu tangkis Indonesia.
Ya, dominasi China di ajang Piala Uber sempat terputus oleh aksi heroik para srikandi bulu tangkis Indonesia pada edisi 1994. Kisah legendaris ini tak lepas dari peran sentral Susy Susanti, sang senior yang menjadi pembuka, dan Mia Audina, wonderkid 14 tahun yang memikul beban kemenangan di partai penentuan.
Sejak pertama kali digelar pada 1957, Piala Uber sempat didominasi Amerika Serikat dan Jepang, sebelum akhirnya China mengambil alih hegemoni tersebut. China bahkan mencatatkan sejarah sebagai negara pertama yang menjuarai Piala Uber lima edisi berturut-turut, yaitu dari tahun 1984 hingga 1992.
Indonesia sempat merasakan kekuatan China saat dikalahkan 3-2 di final Piala Uber 1986. Delapan tahun berselang, pada final Piala Uber 1994 yang diselenggarakan di Jakarta, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk melakukan revans.
Indonesia dan China sama-sama melaju ke final dengan rekor mengesankan sebagai juara grup. Di semifinal, Indonesia mengalahkan Korea Selatan 4-1, sementara China harus berjuang keras menyingkirkan Swedia dengan skor dramatis 3-2.
Di partai final, peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992, Susy Susanti, tampil sebagai tunggal putri andalan pertama. Susy berhasil mempersembahkan angka pembuka bagi Indonesia setelah menang dua gim langsung 11-4 dan 12-10 atas Ye Zhaoying.
Keunggulan Indonesia bertambah menjadi 2-0 setelah pasangan ganda putri Finarsih/Lili berhasil memenangkan partai kedua. Sayangnya, harapan sempat meredup ketika Indonesia tumbang di partai ketiga (Yuliani Santosa) dan keempat (Nathanael/Zelin Resiana), membuat skor menjadi sama kuat 2-2.
Skor imbang 2-2 membuat laga berlanjut ke partai kelima, yang merupakan partai penentuan. China menurunkan pemain berpengalaman, Zhang Ning, yang saat itu menempati peringkat 12 dunia.