Rekan setimnya, Wang Luyao, juga menghadapi kemarahan warga China karena gagal mendapat tempat di partai final senapan angin 10m putri.
"Apakah kami mengirimkan Anda ke Olimpiade untuk mewakili negara dan hanya menjadi lemah?," kata seorang komentator.
Kritik terhadapnya sangat besar, sampai-sampai Weibo terpaksa melakukan suspend terhadap 33 akun penggunanya, kata media lokal.
Merah muda kecil
Mengingat sifat kompetitif dari ajang Olimpiade, orang-orang yang marah atas kekalahan apa pun, tentu saja, hampir tidak unik di China. Di Singapura, atlet renang Joseph Schooling menerima komentar yang ofensif di internet setelah gagal mempertahankan medali emas di cabang olahraga renang kupu-kupu 100 meter pekan lalu.
Kecaman itu menjadi begitu keji sehingga beberapa pemimpin pemerintahan, termasuk Presiden Halimah Yacob, yang bersuara meminta dukungan untuk Schooling.
Perenang Singapura Joseph Schooling menerima komentar yang ofensif di internet setelah gagal mempertahankan medali emas di cabang olahraga renang kupu-kupu 100 meter Olimpiade Tokyo
Tetapi kemarahan yang terlihat secara online di China bisa dibilang lebih menonjol, dan bukan hanya karena populasinya yang besar dan fasih berinternet.
"Yang disebut 'merah muda kecil', atau anak muda dengan perasaan nasionalis yang kuat, memiliki suara yang tidak proporsional secara online," kata Dr Jonathan Hassid, pakar ilmu politik di Iowa State University.
"Sebagian, suara ini diperkuat karena kritik yang sah terhadap negara semakin tidak dapat diterima."
Nasionalisme di China telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir karena pengaruhnya di dunia global terus berkembang dan setiap kritik internasional dipandang sebagai upaya untuk menargetkan perkembangannya.
Olimpiade juga bertepatan setelah perayaan ulang tahun ke-100 Partai Komunis China pada 1 Juli, di mana Presiden Xi Jinping membuat pidato menantang tentang bagaimana China tidak akan pernah "diganggu" oleh kekuatan asing.
"Pihak berwenang telah menandai nasionalisme sebagai cara yang benar untuk memahami urusan saat ini, dan sekarang warga beralih ke kerangka itu ketika mereka perlu memahami peran China di dunia," kata Dr Schneider.
"Publik China telah diberitahu bahwa kesuksesan nasional itu penting, dan sekarang atlet China harus menyampaikan kesuksesan ini di Tokyo."
Betapa pun, Dr Schneider dan para pakar lainnya menilai reaksi kemarahan para nasionalis ini tak sepenuhnya mewakili mayoritas warga China.
Dr Hassid berkata: "Jika satu-satunya suara yang secara konsisten diperbolehkan adalah nasionalis yang paling keras, kita tidak perlu terkejut bahwa suara mereka dapat mendominasi diskusi online jauh dari proporsi jumlah mereka yang sebenarnya."
Olimpiade juga bertepatan setelah perayaan ulang tahun ke-100 Partai Komunis China pada 1 Juli. Di tengah kemarahan yang terlihat di Weibo, ada juga dukungan luas untuk tim China di ajang Olimpiade Tokyo, dengan beberapa pengguna menyebut komentar yang ofensif "tidak masuk akal".
Media pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk lebih "rasional".
"Saya berharap kita semua di depan layar akan membangun pandangan rasional tentang medali emas, serta kemenangan dan kekalahan, untuk menikmati ... semangat Olimpiade," kata komentar Kantor Berita Xinhua.
Para ahli mengatakan ini adalah indikasi di mana letak "bahaya" - ketika nasionalisme tampaknya sudah terlampau jauh, bahkan bagi suatu negara.
"Partai Komunis China mencoba mengeksploitasi nasionalisme di dunia maya untuk tujuannya sendiri, tetapi ajang seperti ini menunjukkan bahwa begitu warga negara China gusar, negara mengalami kesulitan besar dalam mengendalikan perasaan ini," kata Dr Hassid.
"Mengeksploitasi sentimen nasionalis seperti menunggangi harimau. Sekali naik, sulit dikendalikan dan sulit diturunkan."
(Djanti Virantika)