KESADARAN pelaku dunia otomotif untuk mengembangkan mobil listrik langsung ditanggapi cepat oleh Federasi Balap Mobil Internasional (FIA). Digagas oleh Jean Todt sejak 2011, balapan perdana Formula E (FE) yang sepenuhnya menggunakan mobil listrik akhirnya terwujud pada 2014.
Berbeda dengan Formula One (F1) yang diperlombakan dari Maret-November tahun berjalan, FE biasanya digelar pada September-Juni. Selain itu, Formula E juga tidak menggunakan sirkuit permanen, tetapi lintasan temporer yang mengambil jalan raya sebuah kota dengan jarak tempuh minimal 1,9 kilometer (km) dan maksimal 3,4 km.
Baca juga: Segera Mentas di Jakarta, Begini Spesifikasi Mobil Formula E
Perbedaan lain dengan F1, setiap tim yang berlaga di FE memakai mobil yang sasisnya diproduksi oleh Spark Racing Technology (SRT). Untuk empat kejuaraan pertama, FE memakai mobil yang diberi nama Spark-Renault SRT 01E yang didesain oleh perusahaan Italia, Dallara.
Mobil yang disebut Gen1 ini mampu dipacu hingga kecepatan maksimal 225 km/jam. Sedangkan mulai musim balap 2018-2019, FE memakai mobil Gen2 yang mampu dipacu hingga 280 km/jam. Walau punya sasis yang sama, setiap tim memakai mesin (powertrain) yang berbeda.
Setiap pekan balapan diawali dengan dua sesi latihan bebas pada pagi hari masing-masing 45 menit. Setelah itu, pada siang hari akan langsung digelar sesi kualifikasi untuk menentukan posisi start. Sesi kualifikasi akan dibagi ke dalam dua grup dan setiap grup memiliki jatah enam menit untuk mencetak waktu satu putaran terbaik.
Untuk sesi latihan bebas dan kualifikasi, setiap pembalap diberi jatah kekuatan maksimal 250 kilowatt (kW) pada baterai mobil sedangkan balapan hanya dibatasi 200 kW. Balapan sendiri dibatasi waktu 45 menit plus satu putaran. Hingga musim keempat (2017-2018), setiap tim diwajibkan melakukan satu kali pit stop pada balapan.