HARUS diakui peran bisnis semakin kuat dalam setiap jenis kompetisi olahraga, tak terkecuali balap Formula One (F1). Sayangnya, ketika nilai bisnis justru lebih besar dari nilai olahraga itu sendiri, hanya rasa kecewa yang akan didapatkan.
Itulah yang dirasakan para pencinta F1 dalam beberapa tahun belakangan ini. Mereka yang dulunya sangat mencintai, kini harus meninggalkan F1 yang dinilai tidak lagi menyajikan apa yang seharusnya.
“Mereka ingin olahraga yang kompetitif, bukan hanya pertunjukan. Mereka berpikir, bisnis F1 telah menjadi begitu penting, sampai-sampai membahayakan olahraga ini. Itu sungguh memprihatinkan,” jelas Ketua Asosiasi Pembalap Grand Prix (GDPA), Alex Wurz, beberapa saat lalu, seperti dimuat Motorsport.
Nilai bisnis memang kuat pengaruhnya pada F1. Setidaknya ada dua aktivitas bisnis yang secara jelas telah menjauhkan F1 dengan para penonton setianya.
1. Siaran Televisi
Mari ambil contoh di Inggris. Sejak 2012, jika ingin menyaksikan F1, fans di Inggris harus membayar kepada Sky Sports yang sudah mengambil alih hak siar, lebih banyak dari BBC sebagai pemegang hak siar sebelumnya.
Beberapa sumber menyebutkan, BBC enggan meneruskan pengambilan hak siar penuh lantaran merasa terbebani dengan peningkatan harga yang menjadi lebih dari 30 juta pounds (sekira Rp620 miliar) per tahun.
Sky Sports pun bersedia mengambil sebagian dengan membayar sebesar 25 juta pounds (sekira Rp516 miliar). Sayangnya, mereka enggan menyiarkan secara gratis.
Hal itu menyulitkan penonton setia yang sudah terbiasa menyaksikan F1 tanpa harus berbayar. Pasalnya ketika kini harus membayar, mereka enggan melakukannya dan akhirnya sudah tidak lagi mengikuti F1.
2. Distribusi Pendapatan Hak Siar
Biaya hak siar yang diperoleh F1 selalu dibagikan kepada tim-tim peserta di setiap musimnya. Hanya saja, jumlah yang berbeda yang diterima setiap tim rupanya menjadi salah satu masalah.
Beberapa sumber menyebutkan, tim-tim dengan nama besar, seperti Ferrari dan Mercedes, akan mendapat jumlah yang lebih besar dari tim-tim kecil, layaknya Marussia dan Caterham.
Ditambah dengan sulitnya mencari sponsor, ketidakadilan distribusi hak siar membuat Marussia dan Caterham semakin menderita. Jauhnya jurang finansial semakin membuat mereka sulit membangun tim untuk menyaingi tim-tim kelas atas.
Melihat hal itu, tak heran F1 hanya menyajikan juara yang itu-itu saja. Sangat sulit rasanya bisa penantang juara apabila jarak untuk memulai upaya saja sudah terlalu jauh.
Dengan minimnya sisi kompetisi, pada akhirnya para penonton pun merasa jenuh untuk terus-menerus mengikuti F1 setiap musimnya.
Bersambung ke bagian tiga.
(Fajar Anugrah Putra)