"Skripsi saya ambil tema tentang pengembangan di desa, pengembangan tentang limbah di desa saya di Majalaya. Tapi ya yang namanya kita sehari-harinya di sini (pelatnas) pasti kan skripsi bingung," terangnya.
"Jangan kan saya yang enggak kuliah setiap hari, yang kuliah setiap hari aja kan banyak yang enggak di-acc skripsinya. Tapi emang keluarga saya, kakak itu dosen jadi dibantu juga dalam pengerjaan skripsinya," kata Fajar.
Setelah empat tahun, tepatnya pada 2018, Fajar akhirnya resmi menyandang gelar Sarjana Pendidikan. Bertepatan juga dengan raihan medali perak di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.
Namun, pendidikannya tidak hanya sampai di situ. Saat ini, Fajar diam-diam masih mengejar dunia pendidikannya dengan menjadi mahasiswa Magister (S2) di ARS University jurusan Manajemen.
"Ya saya ambil S2. Karena saya dapat reward dari kampus saya yang sekarang, sama (Muhammad Shohibul) Fikri juga kan. Fikri juga di sana karena ada beasiswa S1 gitu. Sekarang saya jalan semester 2 ambil jurusan manajemen, karena enggak ada geografi," kata Fajar.
Keseriusannya dalam menjalani pendidikan memang patut diacungi jempol. Tak banyak atlet seperti Fajar yang bisa berprestasi di bidang olahraga, tetapi bisa mengimbanginya di bidang akademik. Dengan didikan orangtua yang harus bersekolah sejak kecil, kini Fajar akhirnya mengerti akan artinya pendidikan.
"Kalau menurut saya arti pendidikan itu sangat penting ya karena pendidikan itu enggak hanya belajar tapi bagaimana kita belajar dari kesopanan attitude. Jadi pendidikan itu sangat penting dalam arti kita harus juga berpendidikan karena yang namanya olahraga juga enggak seumur hidup," ucap Fajar.
"Pasti ada masanya paling sampai umur 35 tahun lah. Kurang lebih seperti itu, kalau bisa main lebih dari umur segitu ya mungkin bonus. Kalau kurang ya mungkin rezekinya seperti itu. Jadi harus memikirkan juga masa depan kita setelah menjadi atlet. Kalau menurut saya seperti itu," tutupnya.
(Wikanto Arungbudoyo)