TOKYO – Petinju asal Filipina, Carlo Paalam, mengingat dirinya saat menjadi pemulung setelah berlaga di Olimpiade Tokyo 2020. Paalam pada ajang olahraga terbesar itu meraih medali perak setelah ditumbangkan petinju Britania Raya, Galal Yafai.
Medali di Olimpiade Tokyo 2020 terbuat dari barang-barang bekas. Hal itu kemudian membuat Paalam mengingat masa lalunya sebagai seorang pemulung sebelum menjadi pahlawan olahraga Filipina.
"Medali ini, ini adalah simbol dari mana saya berasal. Saya pernah menjadi pemulung dan medali ini dibuat dari barang-barang rusak. Itu berasal dari sampah, dan saya sangat terkait dengan itu," ujar Paalam dilansir dari Esquire, Senin (9/8/2021).
Paalam menjalani kehidupan yang keras di masa kecil. Pria berusia 23 tahun itu harus mengais sampah, mengumpulkan botol dan plastik untuk bertahan hidup. Hal itu terjadi sejak orangtuanya berpisah saat dia berusia enam tahun, lalu dia menjalani kehidupan sebagai seorang pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di kota Cagayan de Oro.
Baca juga: Jadi Wasit di Olimpiade Tokyo, Guru SD Surabaya Ini Sempat Diragukan
Petinju kelas terbang itu mengenal tinju lewat tetangga di rumahnya. Ketika itu dia pulang dari gereja, lalu tetangga yang merupakan seorang petinju itu sedang melatih anaknya. Paalam yang sedang lewat dipanggil untuk bertarung melawan sang anak.
“Itu terjadi setelah gereja, kemudian ketika saya sampai di rumah. Saya melihat tetangga saya tengah bertinju dan melatih putranya. Dia kemudian memanggil saya untuk datang dan melawan putranya," kata Paalam.
“Saya takut karena anak itu adalah putra seorang petinju dan dia anak yang baik. Saya tidak ingin berkelahi dengannya, tetapi tetangga saya memberi sepasang sarung tangan dan dia memberi tahu bahwa siapa pun yang menang akan mendapat sebotol soda," imbuhnya.
Paalam menerima tantangan itu dan tetangganya kemudian menilai dia mempunyai bakat tinju. Dia yang saat itu berusia sembilan tahun disarankan untuk mengikuti pertandingan tinju mingguan yang ada di alun-alun kota Cagayan de Aro. Pertandingan itu disebut “Boxing in The Park”.
"Perjalanan saya dimulai di 'Boxing in The Park' setiap Minggu dan ada hadiah 120 peso (Rp34 ribu). Itu besar bagi saya daripada mengais berjam-jam untuk menemukan botol dan plastik,” kata petinju kelahiran 16 Juli 1998 itu.