TERLAHIR dengan nama Cassius Clay pada 17 Januari 1942, Muhammad Ali awalnya tak berminat turun di dunia tinju profesional. Clay baru membulatkan tekadnya berkiprah di dunia adu pukul tersebut setelah dirinya mendapati sepedanya hilang seusai menyaksikan acara di Columbia Auditorium pada 1954.
Kesal sepedanya hilang, Clay pun belajar tinju di sasana milik polisi yang juga merupakan atlet tinju yakni Opsir Joe Martin. Setelah enam tahun berlatih, Clay akhirnya turun di kejuaraan amatir yakni Olimpiade musim panas yang diselenggarakan di Roma pada 1960.
Saat itu petinju yang mendapat julukan The Greatest tersebut berhasil mempersembahkan medali emas bagi negaranya, Amerika Serikat. Setelah sukses di Olimpiade dan memiliki rekor 100 kemenangan dari 105 pertandingan di level amatir, Clay akhirnya memutuskan turun di dunia tinju profesional pada 29 Oktober 1960.
Bertempat di Freedom Hall State Fairground, Louisville, Kentucky, Clay menghadapi Tunney Hunsaker. Dari segi usia dan pengalaman keduanya terpaut jauh. Hunsaker telah berusia 30 tahun saat itu dan memiliki rekor 25 pertandingan di level profesional.
Namun, itu semua tak menjamin. Sebab, Ali berhasil menjatuhkan Hunsaker pada ronde keenam atau ronde terakhir pada pertandingan tersebut. Berkat kemenangan itu, Clay menerima uang USD2000 atau saat ini sekira Rp27 juta, sementara Hunsaker hanya USD300 (Rp4 juta).