Setyana Mapasa sempat tergabung dalam pelatnas PBSI semasa junior. Tetapi, cedera menghambat perkembangannya. Pada 2014, ia memutuskan menjadi warga negara Australia.
Bersama Gronya Somerville, Setyana berhasil menorehkan prestasi di level internasional, termasuk tampil di Olimpiade Tokyo 2020. Keputusannya menunjukkan bahwa kesempatan bermain di luar negeri bisa menjadi jalan alternatif untuk meraih kesuksesan.
Ade Resky Dwicahyo sempat membela Indonesia di level junior. Namun, setelah kesulitan bersaing di Tanah Air, pebulu tangkis asal Kendari itu menerima tawaran dari Azerbaijan pada 2017.
Di Olimpiade Tokyo 2020, Ade tampil sebagai wakil tunggal putra Azerbaijan. Perjalanannya membuktikan bahwa pemain Indonesia bisa berkembang di negara lain jika diberi kesempatan.
Albertus Susanto Njoto merupakan pemain spesialis nomor ganda putra. Dia memilih pindah ke Hong Kong karena persaingan di pelatnas PBSI terlalu ketat.
Di Hong Kong, kariernya justru semakin berkembang, termasuk meraih kemenangan di beberapa turnamen bergengsi. Keputusannya menunjukkan bahwa terkadang mencari peluang di luar negeri bisa menjadi solusi terbaik.
Chico Aura Dwi Wardoyo juga memilih mundur dari pelatnas PBSI untuk mencari pengalaman baru sebagai pebulu tangkis profesional. Ia nantinya akan kembali ke klub.
Keputusannya menunjukkan bahwa banyak pemain muda Indonesia yang ingin mencoba tantangan berbeda di luar sistem pelatnas. Diharapkan, keputusan Chico bisa membawanya ke performa terbaiknya.
Teranyar, ada Jonatan Christie yang juga memutuskan keluar dari pelatnas PBSI. Alasannya meninggalkan pelatnas PBSI karena faktor keluarga. Dia merasa punya tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Dia juga punya keinginan untuk mencoba tantangan baru.
Jojo -sapaan akrab Jonatan- yang bergabung dengan PBSI sejak usia 15 tahun, mengaku keputusan ini tidak mudah untuk diambilnya. Namun, ia siap menjalani karier sebagai pebulu tangkis profesional di luar sistem pelatnas.
(Djanti Virantika)